Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENAKAR EKSISTENSI GURU DI ERA BIMBEL ONLINE


Hari ini kita berhadapan dengan revolusi industri 4.0 yang juga disebut sebagai era digital. Meski tergolong terlambat, di Indonesia, perkembangan industri 4.0 ini langsung terasa kehadirannya. Sebutlah misalnya, bagaimana akhirnya pintu tol tidak lagi dijaga oleh perempuan-perempuan cantik. Digantikan dengan mesin scanner otomatis dengan modal sekeping kartu e-toll. Atau bagaimana ribuan petugas bank harus dirumahkan setelah penggunaan mobile banking masif tersedia di smartphone hampir setiap orang.
Revolusi industri 4.0 ini juga berdampak secara langsung terhadap dunia pendidikan. Sehingga muncullah istilah yang populer disebut pendidikan 4.0 –mengikuti terminologi Industri 4.0 tadi.
Penetrasi internet yang demikian cepat, bahkan hingga ke pelosok-pelosok dengan bandwidth lebar, membuat banyak orang, termasuk anak sekolahan dengan sangat mudah menemukan sumber belajar dari internet. Sumber belajar pun tidak terbatas. Dengan beragam format. Mau teks, gambar, animasi, video hingga game pun ada. Semua tersedia bahkan tanpa kehadiran sosok guru secara langsung.
Di lain pihak, zaman digital ini kemudian melahirkan babak baru jenis bimbingan belajar (bimbel), yaitu munculnya bimbel online. Bimbingan yang tidak mengharuskan murid bertatap muka secara langsung dengan guru, melainkan hanya mengandalkan gawai untuk terhubung dan mengikuti kegiatan pembelajaran. Banyak sekali jenis bimbel online ini yang tersedia, baik yang gratis atau yang berbayar.
Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi guru di kelas konvensional. Karena diakui atau tidak, masih banyak guru-guru yang kemampuan IT-nya di bawah standar, alih-alih mau langsung ambil peran dalam pendidikan 4.0 ini. Masalahnya jika ada guru yang masih bertahan dengan cara-cara lama dan tidak mau membuka diri, maka yang menjadi korban pertama adalah dirinya sendiri dan yang kedua peserta didiknya.
Bimbel online ancaman atau justru peluang? Bagi sebagian guru, bimbel online justru disruptif  terhadap peran guru sebagai transformer ilmu pengetahuan di ruang kelas (fisik). Apalagi jika bimbel tersebut tidak berhubungan langsung dengan guru di sekolah. Artinya bimbel online tersebut hanya murni mengandalkan gawai sebagai ruang kelas untuk berinteraksi di dunia maya.
Namun bimbel online akan memberdayakan sekaligus menguntungkan posisi guru jika bimbel tersebut dimanfaatkan sebagai jembatan antara guru dan murid dari kelas nyata ke kelas maya sebagai model pembelajaran yang lebih inovatif. Dengan kata lain menjadikan bimbel online sebagai platform untuk kegiatan pembelajaran yang lebih efektif, efisien, tapi juga menyenangkan.
Pun demikian, profesi guru tidak mungkin tergantikan dengan kecanggihan teknologi, bimbel online atau aplikasi pembelajaran lainnya secara total. Namun, jika teknologi dapat menggeser peran guru sebagai penyampai ilmu pengetahuan sangat mungkin terjadi, dan diakui atau tidak saat ini tengah berlangsung.
Peran guru sebagai pendidik dan pembimbing mustahil digantikan oleh secanggih apa pun perangkat teknologi atau aplikasi. Manusia hanya bisa diajari tentang kemanusiaan oleh manusia. Dan tidak akan pernah tergantikan oleh perangkat tanpa emosi yang berhasil diciptakan oleh manusia lainnya.
Berbicara menjamurnya bimbel online, sebenarnya pemerintah, melalui Kemendikbud RI, menyediakan bimbel online yang disebut Rumah Belajar, yang bisa dimanfaatkan oleh semua kalangan. Guru dan murid hingga masyarakat luas. Rumah belajar tersedia dalam dua versi: versi web (http://belajar.kemdikbud.go.id) dan versi aplikasi berbasis Android. Berbeda dengan bimbel online lainnya, Rumah Belajar sepenuhnya tidak berbayar alias gratis.
Di samping gratis, Rumah Belajar hadir bukan untuk mengganti peran guru, akan tetapi memberdayakannya. Hal ini bisa tercermin dari salah satu fiturnya, yaitu Kelas Maya. Kelas maya berupa LMS (learning management sistem), bisa dimanfaatkan sebagai kelas virtual, yang berdampingan langsung dengan kelas nyata (sekolah). Sehingga meminimalisir dampak asosial dari bimbel online yang interaksi antara guru dan muridnya murni hanya di dunia maya.
Salah satu model pembelajaran yang bisa dilakukan dengan Kelas Maya adalah Flipped Classroom. Atau kelas terbalik. Di kelas konvensional, guru memberikan materi di ruang kelas, dan memberi PR untuk dikerjakan di rumah. Sementara pada Flipped Classroom materi diberikan di rumah secara online, dan di sekolah guru dapat menjadi fasilitator untuk kegiatan diskusi murid-murid tentang materi yang diberikan secara online tadi.
Eksistensi guru di era bimbel online ini ditentukan oleh guru itu sendiri. Mau berubah dengan memanfaatkan teknologi informasi yang tidak bisa dibendung ini, atau jalan di tempat atau bahkan mundur dengan tetap menggunakan cara-cara lama. Pilihan ada di tangan kita.

Posting Komentar untuk "MENAKAR EKSISTENSI GURU DI ERA BIMBEL ONLINE"