Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tradisi Nyontek

Pada sebuah kesempatan di kelas perkuliahan, ada seorang dosen yang bercerita, lebih tepatnya bentuk keprihatinan tentang kondisi mahasiswa sekarang, bercerita tentang banyak mahasiswa yang menafikan proses perkuliahan untuk tujuan to find knowledge dan lebih mengutamakan tujuan prakmatisnya—medapat ijazah lalu bisa ikut tes cpns, ikut sertifikasi atau minimal dapat senjata untuk pengajuan tunjangan fungsional di madrasah tempatnya mengajar, bagi yang mengajar.

Pada sebuah kesempatan di kelas perkuliahan, ada seorang dosen yang bercerita, lebih tepatnya bentuk keprihatinan tentang kondisi mahasiswa sekarang, bercerita tentang banyak mahasiswa yang menafikan proses perkuliahan untuk tujuan to find knowledge dan lebih mengutamakan tujuan prakmatisnya—medapat ijazah lalu bisa ikut tes cpns, ikut sertifikasi atau minimal dapat senjata untuk pengajuan tunjangan fungsional di madrasah tempatnya mengajar, bagi yang mengajar.
Lebih jelasnya, banyak mahasiswa yang hanya datang ke kampus hanya sekedar mengisi absen agar nanti bisa ikut UAS, tentunya kalau sudah ikut UAS dapat nilai, dan nilai itu yang nantinya disematkan bersama ijazah yang didapat. Ketika ada tugas penulisan makalah atau paper, si mahasiswa meng-order-kan pembuatan makalahnya kepada temanya. Temannya bisa saja mengorderkan lagi sama temannya yang lain, adik kelasnya, atau orang lain yang mau. Di dalam kelas, tidak ada greget diskusi layaknya forum keilmuan. Disana hanya ada seorang dosen yang ngomong, dan selebihnya hanyalah "patung" mahasiswa yang duduk manis, tapi terkadang duduk manisnya diselingi dengan obrolan layaknya di sebuah pasar, jadinya tidak manis lagi.
 

Dua hari, sekarang dan kemarin (5-6/02), saya ikut UAS di kampus untuk semester VII. Sebenarnya tidak ada yang istemewa di ujian kali ini. Pelaksanaannya sama seperti tahun-tahun kemarin. Sama-sama bisa nyontek dengan leluasa. Nyontek berjemaah. Satu kelas penuh. Semuanya nyontek. Pengawas sepertinya tidak begitu eddap dengan ulah mahasiswa yang ribut dengan bunyi buku dibuka catatan/foto kopi diktat, dan diskusi bersama membahas jawaban soal-soal antara yang satu dengan yang lain, lebih tepatnya bukan membahas tapi barter-barteran jawaban.

Samber gledek, saya tidak perlu belajar untuk UAS beberapa tahun belakangan ini. Seingat saya, hanya di semester awal saja saya belajar, maklum waktu itu saya masih kebawa kebiasaan ketika MA, dimana sebelum ujian mesti belajar dengan tekun dan semangat. Eh ternyata, di bangku kuliah dengan label status baru: maha-siswa ujiannya jauh lebih enteng daripada SD sekalipun. Maklum nyontek!

 
Apa memang tidak punya idealisme untuk tidak mencontek? "Jangan bicara idealisme disini bung!", begitu kata seorang teman. "Kalau kamu tidak mau ikut arus ini, kamu harus siap tidak lulus, mengulang lagi, nilai rendah dan sejenisnya". Lho kok? Entahlah saya juga bingung dengan kondisi ini seperti itu. Saya kemudian jadi serba tidak nyaman. Nyontek, pada awalnya hati tidak begitu rela, tidak nyontek ancaman tidak lulus atau minimal nilai jelek menghantui saya. Jadinya saya kemudian terbiasa nyontek. Dan sekarang kalau tidak nyontek malah tidak nyaman. Dan UAS dua hari inipun saya benar jadi seorang penyontek. Ya walaupun ada beberapa dosen yang memang memperbolehkan menyontek, atau bahasa kerennya open book!

 
Sebenarnya, kalau ditanya hati yang paling dalam, sayapun tidak mau menyontek. Saya malu kepada anak SD yang kalau ketahuan menyontek langsung ditegur oleh gurunya, atau bahkan tidak diperbolehkan lagi melanjutkan menjawab soal-soal ujiannya. Tapi mau bagaimana lagi, saya dipaksa kondisi untuk melakukan hal itu.


Sebenarnya bukan contek-menyontek saja fenomena bobroknya wajah pendidikan kita. Coba tanya kepada anak-anak SLTA atau SLTP ketika mereka mengerjakan UAN, pasti, kalau dijawab jujur, mereka mengatakan bahwa mereka menjawab soal-soalnya dengan dibantu seorang (atau beberapa) guru secara "profesional". Itu di SLTP dan SLTA. Kembali lagi ke kampus, coba tanya kepada beberapa mahasiswa tingkat akhir, beberapa orang diantara mereka yang menyusun skripsinya dengan cara mengkopi paste milik orang lain, membeli, mengorderkan, bahkan ada gosip ada seorang dosen yang dagangan skripsi baik partai ataupun eceran. Naif! Bahkan yang lebih anu lagi, ada kampus yang menjual ijazah!

Posting Komentar untuk "Tradisi Nyontek"